MAKALAH
ASUHAN KEBIDANAN PATOLOGI
“POST PARTUM SEKUNDER
PLASENTA”
OLEH :
KELOMPOK 7
NURUL ABSHAARI
YOSSI PUTRI ANDA
VANESSA RESTIA
TINGKAT
IIB/ D-III KEBIDANAN
STIKes MERCUBAKTIJAYA
PADANG
T.A : 2015/2016
KATA
PENGANTAR
Puji
syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan kasih dan
karunia-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah ASUHAN KEBIDANAN KOMUNITAS
yang berjudul “POST PARTUM SEKUNDER RETENSIO SISA PLASENTA”.
Kami menyadari bahwa dalam menyusun
tugas makalah ini kami banyak menemukan berbagi hambatan ataupun kesulitan.
Namun atas bantuan dari banyak pihak maka kami pun dapat menyelesaikan makalah
ini tepat pada waktunya. Tidak lupa penulis mengucapkan banyak terimakasih
kepada dosen pembimbing dan teman-teman yang telah membantu penyelesaian dari
makalah ini.
Tak lupa kami mohon maaf yang
sebesar-besarnya apabila ada kesalahan dalam penulisan makalah ini. Kami sadar
bahwa manusia tidak ada yang sempurna oleh karena itu kami mengharapkan
kebesaran hati dari para pembaca dengan memberikan kritik dan saran yang
membangun sangat diharapkan.
Padang,
4April 2016
Penyusun
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................................1
DAFTAR
ISI ............................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.....................................................................................................................3
1.2 Perumusan Laporan Klinik...................................................................................................4
1.3Tujuan....................................................................................................................................5
1.4 Metode Penulisan dan Teknik Pengumpulan Data..............................................................6
1.5 Sistematika Penulisan ..........................................................................................................7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Defenisi
...............................................................................................................................8
2.2 Patofisiologis
....................................................................................................................9
2.3 Etiologi.............................................................................................................................10
2.4 Manajemen Varney...........................................................................................................11
BAB
III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
........................................................................................................................12
DAFTAR
PUSTAKA
............................................................................................................13
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Angka
Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator pelayanan kesehatan di suatu
negara. Angka kematian ibu di Indonesia sendiri masih sangat tinggi.
Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun
2005, angka kematian ibu saat melahirkan adalah sebanyak 262 per 100.000
kelahiran hidup, angka kematian ibu di Jawa Tengah adalah 252 per 100.000
kelahiran hidup. Angka tersebut masih jauh dua kali lipat lebih tinggi dari
target Millenium Development Goals (MDGs) 2015 yakni 102 per 100.000 kelahiran
hidup (Erlina, 2008). Menurut Manuaba (1998), penyebab kematian maternitas
terbanyak adalah perdarahan (40-60%), eklampsia (20-30%) dan infeksi (15-30%).
Diperkirakan bahwa 60% kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah persalinan, dan 50% kematian masa nifas terjadi dalam 24 jam pertama. Dengan demikian asuhan pada masa nifas diperlukan dalam periode ini karena merupakan masa kritis baik ibu maupun bayinya (Saefudin,2001). Asuhan kebidanan pada masa nifas tidak hanya diberikan kepada ibunya saja namun asuhan juga diberikan kepada bayinya,mengingat kematian neonatus sampai saat ini merupakan mortalitas tertinggi sepanjang kehidupan manusia dan berhubungan erat dengan angka kematian bayi.
Dalam angka kematian bayi dikenal dengan istilah the two third rule atau aturan dua pertiga (2/3), yaitu aturan yang memperlihatkan bahwa dua per tiga dari seluruh kematian bayi berusia di bawah satu tahun merupakan kematian bayi usia kurang dari 1 bulan, dari kematian bayi usia kurang dari 1 bulan tersebut dua pertiga merupakan kematian bayi berusia kurang dari 1 minggu, dan bua pertiga dari jumlah bayi yang meninggal pada usia kurang dari 1 minggu tersebut meninggal pada 24 jam pertama.
Karena merupakan masa kritis baik ibu maupun bayinya maka sangat diperlukan asuhan pada masa nifas. Pada masa ini terjadi perubahan- perubahan fisiologi yaitu : perubahan fisik, involusi uterus, dan pengeluaran lochea, laktasi/pengeluaran air susu ibu, perubahan sistem tubuh lainnya dan perubahan psikologi.
Tujuan asuhan masa nifas antasa lain : menjaga kesehatan ibu dan bayinya baik fisik maupun psikologi, melaksanakan skrining komprehensif mendeteksi masalah mengobati, atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun bayinya, memberikan pendidikan kesehatan mengenai perawatan kesehatan diri, nutrisi, menyusui (ASI), keluarga berencana, pemberian imunisasi pada bayi dan perawatan bayi sehari-hari, dan memberikan pelayanan keluarga berencana.
Diperkirakan bahwa 60% kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah persalinan, dan 50% kematian masa nifas terjadi dalam 24 jam pertama. Dengan demikian asuhan pada masa nifas diperlukan dalam periode ini karena merupakan masa kritis baik ibu maupun bayinya (Saefudin,2001). Asuhan kebidanan pada masa nifas tidak hanya diberikan kepada ibunya saja namun asuhan juga diberikan kepada bayinya,mengingat kematian neonatus sampai saat ini merupakan mortalitas tertinggi sepanjang kehidupan manusia dan berhubungan erat dengan angka kematian bayi.
Dalam angka kematian bayi dikenal dengan istilah the two third rule atau aturan dua pertiga (2/3), yaitu aturan yang memperlihatkan bahwa dua per tiga dari seluruh kematian bayi berusia di bawah satu tahun merupakan kematian bayi usia kurang dari 1 bulan, dari kematian bayi usia kurang dari 1 bulan tersebut dua pertiga merupakan kematian bayi berusia kurang dari 1 minggu, dan bua pertiga dari jumlah bayi yang meninggal pada usia kurang dari 1 minggu tersebut meninggal pada 24 jam pertama.
Karena merupakan masa kritis baik ibu maupun bayinya maka sangat diperlukan asuhan pada masa nifas. Pada masa ini terjadi perubahan- perubahan fisiologi yaitu : perubahan fisik, involusi uterus, dan pengeluaran lochea, laktasi/pengeluaran air susu ibu, perubahan sistem tubuh lainnya dan perubahan psikologi.
Tujuan asuhan masa nifas antasa lain : menjaga kesehatan ibu dan bayinya baik fisik maupun psikologi, melaksanakan skrining komprehensif mendeteksi masalah mengobati, atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun bayinya, memberikan pendidikan kesehatan mengenai perawatan kesehatan diri, nutrisi, menyusui (ASI), keluarga berencana, pemberian imunisasi pada bayi dan perawatan bayi sehari-hari, dan memberikan pelayanan keluarga berencana.
1.2. Perumusan Laporan Klinik
Berdasarkan uraian latar belakang masalah dapat dirumuskan “permasalahan post partum sekunder ? ”
1.3 . Tujuan.
a. Mampu melakukan pengkajian asuhan kebidanan pada kasus ibu nifas normal
b. Mampu menginterprestasikan data yang ada sehingga mampu menyusun diagnosa kebidanan , masalah dan kebutuhan pada ibu nifas normal.
c. Mampu menerapkan diagnosa potensial pada ibu nifas normal.
d. Mampu melaksanakan identifikasi kebutuhan yang memerlukan penanganan segera pada asuhan kebidanan ibu nifas normal.
e. Mampu merencanakan asuhan kebidanan pada ibu nifas normal.
f. Mampu melaksanakan tindakan kebidanan sesuai dengan kebutuhan dan masalah.
g. Mampu melaksanakan evaluasi terhadap penanganan kasus ibu nifas normal.
h. Mampu mendokumentasikan hasil pengkajian kasus secara Varney.
i. Mampu mendokumentasikan secara SOAP ( subyektif, obyektif, analisa,planing ) sebagai catatan perkembangan.
j. dan penanganan post partum sekunder
1.4. Metode Penulisan dan Teknik Pengumpulan Data
1. Observasi
Metode yang digunakan untuk memperoleh data dan hasil pengamatan dan melakukan tindakan aktif terhadap klien, selama dalam masa perawatan masa nifas.
2. Wawancara
Suatu metode yang digunakan untuk pengumpulan data subyektif yaitu dengan wawancara langsung dengan pasien ibu sendiri antara lain Riwayat Kesehatan Ibu selama hamil, Riwayat Kesehatan Keluarga, Psikososial, Pola eliminasi (BAB dan BAK), Pola Nutrisi, Pola istirahat, dll.
3. Pemeriksaan Fisik:
a. Inspeksi
Merupakan proses observasi dengan menggunakan periksa pandang Head to toe.
b. Palpasi
Pemeriksaan fisik secara palpasi adalah dengan menggunakan sentuhan atau perabaan.
4. Studi Dokumentasi
Penulis menggunakan catatan medis pasien untuk mengumpulkan data tentang pasien.
1.5. Sistematika Penulisan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Perdarahanpost
partumsekunderadalahperdarahanpost partum yang terjadisetelah 24jam pertama.
2.2 Patofisiologis
Perdarahanpost
partumdinijarangdisebabkanolehretensipotonganplasenta yang kecil,
tetapiplasenta yang tersisaseringmenyebabkanperdarahanpadaakhirmasa nifas.1
Kadang-kadangplasentatidaksegeraterlepas.
Bidangobstetrimembuatbatas-batasdurasikalatigasecaraagakketatsebagaiupayauntukmendefenisikanretensioplasentashinggaperdarahanakibatterlalulambatnyapemisahanplasentadapatdikurangi.
Combs danLarosmeneliti 12.275 persalinanpervaginamtunggaldanmelaporkan median
durasikala III adalah 6 menitdan 3,3% berlangsunglebihdari 30 menit.
Beberapatindakanuntukmengatasiperdarahan, termasukkuretaseatautransfusi,
menigkatpadakalatiga yang mendekati 30 menitatau lebih.1
—
Efekperdarahanbanyakbergantungpada volume darahpadasebelumhamildanderajat
anemia saatkelahiran. Gambaranperdarahanpost partum yang
dapatmengecohkanadalahnadidantekanandarah yang masihdalambatas normal
sampaiterjadikehilangandarah yang sangatbanyak.
2.3 Etiologi
Etiologi
dari perdarahan post partum berdasarkan klasifikasi dan penyebabnya :
Perdarahan postpartum dini
Perdarahan postpartum dini
1. Atonia uteri
Definisi :
Keadaan lemahnya tonus/konstraksi rahim yang menyebabkan uterus tidak mampu menutup perdarahan terbuka dari tempat implantasi plasenta setelah bayi dan plasenta lahir. (Merah) Pada atonia uteri uterus terus tidak mengadakan konstraksi dengan baik, dan ini merupakan sebab utama dari perdarahan post partum.9
— Faktor predisposisi terjadinya atoni uteri adalah :
o
• Regangan rahim yang berlebihan karena gemeli, polihidroamnion, atau anak terlalu besar
• Kelelahan karena persalinan lama atau persalinan lama atau persalinan kasep.
• Ibu dengan keadaan umum yang jelek, anemis, atau menderita penyakit menahun.
• Mioma uteri yang mengganggu kontraksi rahim.
• Infeksi intrauterin (korioamnionitis)
• Ada riwayat pernah atonia uteri sebelumnya.
• Umur yang terlalu muda / tua
• Prioritas sering di jumpai pada multipara dan grande mutipara
• Faktor sosial ekonomi yaitu malnutrisi
• Regangan rahim yang berlebihan karena gemeli, polihidroamnion, atau anak terlalu besar
• Kelelahan karena persalinan lama atau persalinan lama atau persalinan kasep.
• Ibu dengan keadaan umum yang jelek, anemis, atau menderita penyakit menahun.
• Mioma uteri yang mengganggu kontraksi rahim.
• Infeksi intrauterin (korioamnionitis)
• Ada riwayat pernah atonia uteri sebelumnya.
• Umur yang terlalu muda / tua
• Prioritas sering di jumpai pada multipara dan grande mutipara
• Faktor sosial ekonomi yaitu malnutrisi
—
— Gejala Klinik :
o
• Perdarahan pervaginam masif
• Konstraksi uterus lemah
• anemia
• Konsistensi rahim lunak, 12
• Perdarahan pervaginam masif
• Konstraksi uterus lemah
• anemia
• Konsistensi rahim lunak, 12
—
— Diagnosis :
o
• bila setelah bayi dan plasenta lahir ternyata perdarahan masih aktif dan banyak, bergumpal
• pada palpasi didapatkan fundus uteri masih setinggi pusat atau lebih
• konstraksi yang lembek.
• Perlu diperhatikan pada saat atonia uteri didiagnosis, maka pada saat itu juga masih ada darah sebanyak 500-1000 cc yang sudah keluar dari pembuluh darah, tetapi masih terperangkap dalam uterus dan harus diperhitungkan dalam kalkulasi pemberian darah pengganti.
• bila setelah bayi dan plasenta lahir ternyata perdarahan masih aktif dan banyak, bergumpal
• pada palpasi didapatkan fundus uteri masih setinggi pusat atau lebih
• konstraksi yang lembek.
• Perlu diperhatikan pada saat atonia uteri didiagnosis, maka pada saat itu juga masih ada darah sebanyak 500-1000 cc yang sudah keluar dari pembuluh darah, tetapi masih terperangkap dalam uterus dan harus diperhitungkan dalam kalkulasi pemberian darah pengganti.
— Penanganan :
Banyaknya darah yang hilang akan mempengaruhi keadaan umum pasien. Pasien bisa masih dalam keadaan sadar, sedikit anemis, atau sampai syok berat hipovolemik. Tindakan pertama yang harus dilakukan bergantung pada keadaan kliniknya. 13
Pada umunya dilakukan secara simultan (bila pasien syok) hal-hal sebagai berikut :
a. Sikap Trendelenburg, memasang venous line, dan memberikan oksigen.
b. Sekaligus merangsang konstraksi uterus dengan cara :
- Masase fundus uteri dan merangsang puting susu
- Pemberian oksitosin dan turunan ergot melalui i.m, i.v, atau s.c
- Memberikan derivat prostaglandin
- Pemberian misoprostol 800-1000 ug per rektal
- Kompresi bimanual eksternal dan/atau internal
- Kompresi aorta abdominalis
c. Bila semua tindakan itu gagal, maka dipersiapkan untuk dilakukan tindakan operatif laparotomi dengan pilihan bedah konservatif (mempertahankan uterus) atau melakukan histerektomi.
— 2. Robekan jalan lahir
Perdarahan dalam keadaan di mana plasenta telah lahir lengkap dan kontraksi rahim baik, dapat dipastikan bahwa perdarahan tersebut berasal dari perlukaan jalan lahir.
GejalaKlinik :
Perdarahan dalam keadaan di mana plasenta telah lahir lengkap dan kontraksi rahim baik, dapat dipastikan bahwa perdarahan tersebut berasal dari perlukaan jalan lahir.
GejalaKlinik :
o
• Darah segar yang mengalir segera setelah bayi lahir
• Uterus kontraksi dan keras
• Plasenta lengkap
• Pucat dan Lemah
• Darah segar yang mengalir segera setelah bayi lahir
• Uterus kontraksi dan keras
• Plasenta lengkap
• Pucat dan Lemah
o
— Perlukaan jalan lahir
terdiri dari:
o
a. Robekan Perineum
b. HematomaVulva
c. Robekan dinding vagina
d. Robekan serviks
e. Ruptura uteri
a. Robekan Perineum
b. HematomaVulva
c. Robekan dinding vagina
d. Robekan serviks
e. Ruptura uteri
o
— a. Robekan Perineum
o
Dibagi atas 4 tingkat
Tingkat I : robekan hanya pada selaput lendir vagina dengan atau tanpa mengenai kulit perineum
Tingkat II : robekan mengenai selaput lendir vagina dan otot perinei transversalis, tetapi tidak mengenai sfingter ani
Tingkat III : robekan mengenai seluruh perineum dan otot sfingter ani
Tingkat IV : robekan sampai mukosa rektum
Dibagi atas 4 tingkat
Tingkat I : robekan hanya pada selaput lendir vagina dengan atau tanpa mengenai kulit perineum
Tingkat II : robekan mengenai selaput lendir vagina dan otot perinei transversalis, tetapi tidak mengenai sfingter ani
Tingkat III : robekan mengenai seluruh perineum dan otot sfingter ani
Tingkat IV : robekan sampai mukosa rektum
— Kolporeksis adalah suatu keadaan di mana terjadi robekan di vagina bagian
atas, sehingga sebagian serviks uteri dan sebagian uterus terlepas dari vagina.
Robekan ini memanjang atau melingkar.
Robekan serviks dapat terjadi di satu tempat atau lebih. Pada kasus partus presipitatus, persalinan sungsang, plasenta manual, terlebih lagi persalinan operatif pervaginam harus dilakukan pemeriksaan dengan spekulum keadaan jalan lahir termasuk serviks.
Robekan serviks dapat terjadi di satu tempat atau lebih. Pada kasus partus presipitatus, persalinan sungsang, plasenta manual, terlebih lagi persalinan operatif pervaginam harus dilakukan pemeriksaan dengan spekulum keadaan jalan lahir termasuk serviks.
— Pengelolaan Episiotomi,
robekan perineum, dan robekan vulva
— Ketiga jenis perlukaan tersebut harus dijahit.
o
1. Robekan perineum tingkat I
Penjahitan robekan perineum tingkat I dapat dilakukan dengan memakai catgut yang dijahitkan secara jelujur atau dengan cara jahitan angka delapan (figure of eight).
2. Robekan perineum tingkat II
Sebelum dilakukan penjahitan pada robekan perineum tingkat I atau tingkat II, jika dijumpai pinggir robekan yang tidak rata atau bergerigi, maka pinggir yang bergerigi tersebut harus diratakan terlebih dahulu. Pinggir robekan sebelah kiri dan kanan masing-masing dijepit dengan klem terlebih dahulu, kemudian digunting. Setelah pinggir robekan rata, baru dilakukan penjahitan luka robekan.
Mula-mula otot-otot dijahit dengan catgut, kemudian selaput lendir vagina dijahit dengan catgut secara terputus-putus atau delujur. Penjahitan mukosa vagina dimulai dari puncak robekan. Sampai kulit perineum dijahit dengan benang catgut secara jelujur.
3. Robekan perineum tingkat III
Pada robekan tingkat III mula-mula dinding depan rektum yang robek dijahit, kemudian fasia perirektal dan fasial septum rektovaginal dijahit dengan catgut kromik, sehingga bertemu kembali. Ujung-ujung otot sfingter ani yang terpisah akibat robekan dijepit dengan klem / pean lurus, kemudian dijahit dengan 2 – 3 jahitan catgut kromik sehingga bertemu lagi. Selanjutnya robekan dijahit lapis demi lapis seperti menjahit robekan perineum tingkat II.
4. Robekan perineum tingkat IV
Pada robekan perineum tingkat IV karena tingkat kesulitan untuk melakukan perbaikan cukup tinggi dan resiko terjadinya gangguan berupa gejala sisa dapat menimbulkan keluhan sepanjang kehidupannya, maka dianjurkan apabila memungkinkan untuk melakukan rujukan dengan rencana tindakan perbaikan di rumah sakit kabupaten/kota.
1. Robekan perineum tingkat I
Penjahitan robekan perineum tingkat I dapat dilakukan dengan memakai catgut yang dijahitkan secara jelujur atau dengan cara jahitan angka delapan (figure of eight).
2. Robekan perineum tingkat II
Sebelum dilakukan penjahitan pada robekan perineum tingkat I atau tingkat II, jika dijumpai pinggir robekan yang tidak rata atau bergerigi, maka pinggir yang bergerigi tersebut harus diratakan terlebih dahulu. Pinggir robekan sebelah kiri dan kanan masing-masing dijepit dengan klem terlebih dahulu, kemudian digunting. Setelah pinggir robekan rata, baru dilakukan penjahitan luka robekan.
Mula-mula otot-otot dijahit dengan catgut, kemudian selaput lendir vagina dijahit dengan catgut secara terputus-putus atau delujur. Penjahitan mukosa vagina dimulai dari puncak robekan. Sampai kulit perineum dijahit dengan benang catgut secara jelujur.
3. Robekan perineum tingkat III
Pada robekan tingkat III mula-mula dinding depan rektum yang robek dijahit, kemudian fasia perirektal dan fasial septum rektovaginal dijahit dengan catgut kromik, sehingga bertemu kembali. Ujung-ujung otot sfingter ani yang terpisah akibat robekan dijepit dengan klem / pean lurus, kemudian dijahit dengan 2 – 3 jahitan catgut kromik sehingga bertemu lagi. Selanjutnya robekan dijahit lapis demi lapis seperti menjahit robekan perineum tingkat II.
4. Robekan perineum tingkat IV
Pada robekan perineum tingkat IV karena tingkat kesulitan untuk melakukan perbaikan cukup tinggi dan resiko terjadinya gangguan berupa gejala sisa dapat menimbulkan keluhan sepanjang kehidupannya, maka dianjurkan apabila memungkinkan untuk melakukan rujukan dengan rencana tindakan perbaikan di rumah sakit kabupaten/kota.
o
— b. Hematoma vulva
o
1. Penanganan hematoma tergantung pada lokasi dan besar hematoma. Pada hematoma yang kecil, tidak perlu tindakan operatif, cukup dilakukan kompres.
2. Pada hematoma yang besar lebih-lebih disertai dengan anemia dan presyok, perlu segera dilakukan pengosongan hematoma tersebut. Dilakukan sayatan di sepanjang bagian hematoma yang paling terenggang. Seluruh bekuan dikeluarkan sampai kantong hematoma kosong. Dicari sumber perdarahan, perdarahan dihentikan dengan mengikat atau menjahit sumber perdarahan tersebut. Luka sayatan kemudian dijahit. Dalam perdarahan difus dapat dipasang drain atau dimasukkan kasa steril sampai padat dan meninggalkan ujung kasa tersebut diluar.
1. Penanganan hematoma tergantung pada lokasi dan besar hematoma. Pada hematoma yang kecil, tidak perlu tindakan operatif, cukup dilakukan kompres.
2. Pada hematoma yang besar lebih-lebih disertai dengan anemia dan presyok, perlu segera dilakukan pengosongan hematoma tersebut. Dilakukan sayatan di sepanjang bagian hematoma yang paling terenggang. Seluruh bekuan dikeluarkan sampai kantong hematoma kosong. Dicari sumber perdarahan, perdarahan dihentikan dengan mengikat atau menjahit sumber perdarahan tersebut. Luka sayatan kemudian dijahit. Dalam perdarahan difus dapat dipasang drain atau dimasukkan kasa steril sampai padat dan meninggalkan ujung kasa tersebut diluar.
o
— c.. Robekan dinding vagina
o
1. Robekan dinding vagina harus dijahit.
2. Kasus kolporeksis dan fistula visikovaginal harus dirujuk ke rumah sakit.
1. Robekan dinding vagina harus dijahit.
2. Kasus kolporeksis dan fistula visikovaginal harus dirujuk ke rumah sakit.
—
— d. Robekan serviks
o
Robekan serviks paling sering terjadi
pada jam 3 dan 9. Bibir depan dan bibir belakang serviks dijepit dengan klem
Fenster. Kemudian serviks ditarik sedikit untuk menentukan letak robekan dan
ujung robekan. Selanjutnya robekan dijahit dengan catgut kromik dimulai dari
ujung robekan untuk menghentikan perdarahan.
o
— 3. Retensio plasenta
—
Definisi :
plasenta tetap tertinggal dalam uterus 30 menit setelah anak lahir. Plasenta yang sukar dilepaskan dengan pertolongan aktif kala III dapat disebabkan oleh adhesi yang kuat antara plasenta dan uterus.
Definisi :
plasenta tetap tertinggal dalam uterus 30 menit setelah anak lahir. Plasenta yang sukar dilepaskan dengan pertolongan aktif kala III dapat disebabkan oleh adhesi yang kuat antara plasenta dan uterus.
— Faktor predisposisi :
o
• Plasenta previa
• Bekas SC
• Kuret berulang
• Multiparitas
Penyebab :
a. Fungsional
• HIS kurang kuat
• Plasenta sukar terlepas karena :
Tempatnya : insersi di sudut tuba
Bentuknya : placenta membranacea, placenta anularis.
Ukurannya : placenta yang sangat kecil
Plasenta yang sukar lepas karena sebab-sebab tersebut di atas disebut plasenta adhesiva
b. Patologi- Anatomis
• Placenta akreta : vilous plasenta melekat ke miometrium
• Placenta increta : vilous menginvaginasi miometrium
• Placenta percreta : vilous menembus miometrium sampai serosa
• Plasenta previa
• Bekas SC
• Kuret berulang
• Multiparitas
Penyebab :
a. Fungsional
• HIS kurang kuat
• Plasenta sukar terlepas karena :
Tempatnya : insersi di sudut tuba
Bentuknya : placenta membranacea, placenta anularis.
Ukurannya : placenta yang sangat kecil
Plasenta yang sukar lepas karena sebab-sebab tersebut di atas disebut plasenta adhesiva
b. Patologi- Anatomis
• Placenta akreta : vilous plasenta melekat ke miometrium
• Placenta increta : vilous menginvaginasi miometrium
• Placenta percreta : vilous menembus miometrium sampai serosa
— Plasenta akreta ada yang
komplit ialah kalau seluruh permukaannya melekat dengan erat pada dinding rahim
dan ada yang parsialis ialah kalau hanya beberapa bagian dari permukaannya
lebih erat berhubungan dengan dinding rahim dari biasa. Plasenta akreta yang
terjadi komplit begitu juga placenta increta dan percreta jarang terjadi.
Sebabnya plasenta akreta adalah kelainan decidua misalnya desidua yang terlalu
tipis. Plasenta akreta menyebabkan retensio plasenta.
Pada retensio plasenta, sepanjang plasenta belum terlepas, maka tidak akan menimbulkan perdarahan yang cukup banyak (perdarahan kala III) dan harus diantisipasi dengan segera melakukan plasenta manual.
Sisa plasenta bisa diduga bila kala uri berlangsung tidak lancar, atau setelah melakukan plasenta manual atau menemukan adanya kotiledon yang tidak lengkap pada saat melakukan pemeriksaan plasenta dan masih ada perdarahan dari ostium uteri eksternum pada saat konstraksi rahim sudah baik dan robekan jalan lahir sudah terjahit. Untuk itu, harus dilakukan eksplorasi ke dalam rahim dengan cara manual atau kuret dan pemberian uterotonika.
Pada retensio plasenta, sepanjang plasenta belum terlepas, maka tidak akan menimbulkan perdarahan yang cukup banyak (perdarahan kala III) dan harus diantisipasi dengan segera melakukan plasenta manual.
Sisa plasenta bisa diduga bila kala uri berlangsung tidak lancar, atau setelah melakukan plasenta manual atau menemukan adanya kotiledon yang tidak lengkap pada saat melakukan pemeriksaan plasenta dan masih ada perdarahan dari ostium uteri eksternum pada saat konstraksi rahim sudah baik dan robekan jalan lahir sudah terjahit. Untuk itu, harus dilakukan eksplorasi ke dalam rahim dengan cara manual atau kuret dan pemberian uterotonika.
—
— Gejala Klinis :
o • Perdarahan pervaginam
• Plasenta belum keluar setelah 30 menit kelahiran bayi
• Uterus berkonstraksi dan keras
• Plasenta belum keluar setelah 30 menit kelahiran bayi
• Uterus berkonstraksi dan keras
— Terapi :
o • kalau placenta dalam ½ jam setelah anak lahir, belum memperlihatkan
gejala-gejala perlepasan, maka dilakukan pelepasan, maka dilakukan manual
plasenta.
- Teknik pelepasan placenta secara manual: alat kelamin luar pasien di desinfeksi begitu pula tangan dan lengan bawah si penolong. Setelah tangan memakai sarung tangan, labia disingkap, tangan kanan masuk secara obsteris ke dalam vagina. Tangan luar menahan fundus uteri. Tangan dalam kini menyusuri tali pusat yang sedapat-dapatnya diregangkan oleh asisten.
- Setelah tangan dalam sampai ke plasenta, maka tangan pergi ke pinggir plasenta dan sedapat-dapatnya mencari pinggir yang sudah terlepas.
- Kemudian dengan sisi tangan sebelah kelingking, plasenta dilepaskan ialah antara bagian plasenta yang sudah terlepas dan dinding rahim dengan gerakan yang sejajar dengan dinding rahim. Setelah plasenta terlepas seluruhnya, plasenta dipegang dan dengan perlahan-lahan ditarik ke luar.
• Plasenta akreta
Terapi : Plasenta akreta parsialis masih dapat dilepaskan secara manual tetapi plasenta akreta komplit tidak boleh dilepaskan secara manual karena usaha ini dapat menimbulkan perforasi dinding rahim. Terapi terbaik dalam hal ini adalah histerektomi.
- Teknik pelepasan placenta secara manual: alat kelamin luar pasien di desinfeksi begitu pula tangan dan lengan bawah si penolong. Setelah tangan memakai sarung tangan, labia disingkap, tangan kanan masuk secara obsteris ke dalam vagina. Tangan luar menahan fundus uteri. Tangan dalam kini menyusuri tali pusat yang sedapat-dapatnya diregangkan oleh asisten.
- Setelah tangan dalam sampai ke plasenta, maka tangan pergi ke pinggir plasenta dan sedapat-dapatnya mencari pinggir yang sudah terlepas.
- Kemudian dengan sisi tangan sebelah kelingking, plasenta dilepaskan ialah antara bagian plasenta yang sudah terlepas dan dinding rahim dengan gerakan yang sejajar dengan dinding rahim. Setelah plasenta terlepas seluruhnya, plasenta dipegang dan dengan perlahan-lahan ditarik ke luar.
• Plasenta akreta
Terapi : Plasenta akreta parsialis masih dapat dilepaskan secara manual tetapi plasenta akreta komplit tidak boleh dilepaskan secara manual karena usaha ini dapat menimbulkan perforasi dinding rahim. Terapi terbaik dalam hal ini adalah histerektomi.
o
— 4. Gangguan pembekuan darah
Penyebab pendarahan pasca persalinan karena gangguan pembekuan darah baru dicurigai bila penyebab yang lain dapat disingkirkan apalagi disertai ada riwayat pernah mengalami hal yang sama pada persalinan sebelumnya. Akan ada tendensi mudah terjadi perdarahan setiap dilakukan penjahitan dan perdarahan akan merembes atau timbul hematoma pada bekas jahitan, suntikan, perdarahan dari gusi, rongga hidung, dan lain-lain.
Pada pemeriksaan penunjang ditemukan hasil pemeriksaan faal hemostasis yang abnormal. Waktu perdarahan dan waktu pembekuan memanjang, trombositopenia, terjadi hipofibrinogenemia, dan terdeteksi adanya FDP (fibrin degradation product) serta perpanjangan tes protombin dan PTT (partial thromboplastin time).
Predisposisi untuk terjadinya hal ini adalah solusio plasenta, kematian janin dalam kandungan, eklampsia, emboli cairan ketuban, dan sepsis. Terapi yang dilakukan adalah dengan transfusi darah dan produknya seperti plasma beku segar, trombosit, fibrinogen dan heparinisasi atau EACA (epsilon amino caproic acid).
Penyebab pendarahan pasca persalinan karena gangguan pembekuan darah baru dicurigai bila penyebab yang lain dapat disingkirkan apalagi disertai ada riwayat pernah mengalami hal yang sama pada persalinan sebelumnya. Akan ada tendensi mudah terjadi perdarahan setiap dilakukan penjahitan dan perdarahan akan merembes atau timbul hematoma pada bekas jahitan, suntikan, perdarahan dari gusi, rongga hidung, dan lain-lain.
Pada pemeriksaan penunjang ditemukan hasil pemeriksaan faal hemostasis yang abnormal. Waktu perdarahan dan waktu pembekuan memanjang, trombositopenia, terjadi hipofibrinogenemia, dan terdeteksi adanya FDP (fibrin degradation product) serta perpanjangan tes protombin dan PTT (partial thromboplastin time).
Predisposisi untuk terjadinya hal ini adalah solusio plasenta, kematian janin dalam kandungan, eklampsia, emboli cairan ketuban, dan sepsis. Terapi yang dilakukan adalah dengan transfusi darah dan produknya seperti plasma beku segar, trombosit, fibrinogen dan heparinisasi atau EACA (epsilon amino caproic acid).
— Pencegahan
Klasifikasi kehamilan resiko rendah dan resiko tinggi akan memudahkan penyelenggaraan pelayanan kesehatan untuk menata strategi pelayanan ibu hamil saat perawatan antenatal dan melahirkan dengan mengatur petugas kesehatan mana yang sesuai dan jenjang rumah sakit rujukan. Akan tetapi, pada saat proses persalinan, semua kehamilan mempunyai resiko untuk terjadinya patologi persalinan, salah satunya adalah perdarahan pasca persalinan. Antisipasi terhadap hal tersebut dapat dilakukan sebagai berikut:
1. Persiapan sebelum hamil untuk memperbaiki keadaan umum dan mengatasi setiap penyakit kronis, anemia, dan lain-lain sehingga pada saat hamil dan persalinan pasien tersebut ada dalam keadaan optimal.
2. Mengenal factor predisposisi perdarahan pasca persalinan seperti mutiparitas, anak besar, hamil kembar, hidramnion, bekas seksio, ada riwayat perdarahan pasca persalinan sebelumnya dan kehamilan resiko tinggi lainnya yang resikonya akan muncul saat persalinan.
3. Persalinan harus selesai dalam waktu 24 jam dan pencegahan partus lama.
4. Kehamilan resiko tinggi agar melahirkan di fasilitas rumah sakit rujukan.
5. Kehamilan resiko rendah agar melahirkan di tenaga kesehatan terlatih dan menghindari persalinan dukun
6. Menguasai langkah-langkah pertolongan pertama menghadapi perdarahan pasca persalinan dan mengadakan rujukan sebagaimana mestinya.
Klasifikasi kehamilan resiko rendah dan resiko tinggi akan memudahkan penyelenggaraan pelayanan kesehatan untuk menata strategi pelayanan ibu hamil saat perawatan antenatal dan melahirkan dengan mengatur petugas kesehatan mana yang sesuai dan jenjang rumah sakit rujukan. Akan tetapi, pada saat proses persalinan, semua kehamilan mempunyai resiko untuk terjadinya patologi persalinan, salah satunya adalah perdarahan pasca persalinan. Antisipasi terhadap hal tersebut dapat dilakukan sebagai berikut:
1. Persiapan sebelum hamil untuk memperbaiki keadaan umum dan mengatasi setiap penyakit kronis, anemia, dan lain-lain sehingga pada saat hamil dan persalinan pasien tersebut ada dalam keadaan optimal.
2. Mengenal factor predisposisi perdarahan pasca persalinan seperti mutiparitas, anak besar, hamil kembar, hidramnion, bekas seksio, ada riwayat perdarahan pasca persalinan sebelumnya dan kehamilan resiko tinggi lainnya yang resikonya akan muncul saat persalinan.
3. Persalinan harus selesai dalam waktu 24 jam dan pencegahan partus lama.
4. Kehamilan resiko tinggi agar melahirkan di fasilitas rumah sakit rujukan.
5. Kehamilan resiko rendah agar melahirkan di tenaga kesehatan terlatih dan menghindari persalinan dukun
6. Menguasai langkah-langkah pertolongan pertama menghadapi perdarahan pasca persalinan dan mengadakan rujukan sebagaimana mestinya.
—
— b. Etiologi perdarahan
postpartum lambat :
—
1. Sisa Plasenta
Sisa plasenta dan ketuban yang masih tertinggal dalam rongga rahim dapat menimbulkan perdarahan postpartum dini atau perdarahan pospartum lambat (biasanya terjadi dalam 6 – 10 hari pasca persalinan). Pada perdarahan postpartum dini akibat sisa plasenta ditandai dengan perdarahan dari rongga rahim setelah plasenta lahir dan kontraksi rahim baik. Pada perdarahan postpartum lambat gejalanya sama dengan subinvolusi rahim, yaitu perdarahan yang berulang atau berlangsung terus dan berasal dari rongga rahim. Perdarahan akibat sisa plasenta jarang menimbulkan syok.
Penilaian klinis sulit untuk memastikan adanya sisa plasenta, kecuali apabila penolong persalinan memeriksa kelengkapan plasenta setelah plasenta lahir. Apabila kelahiran plasenta dilakukan oleh orang lain atau terdapat keraguan akan sisa plasenta, maka untuk memastikan adanya sisa plasenta ditentukan dengan eksplorasi dengan tangan, kuret atau alat bantu diagnostik yaitu ultrasonografi. Pada umumnya perdarahan dari rongga rahim setelah plasenta lahir dan kontraksi rahim baik dianggap sebagai akibat sisa plasenta yang tertinggal dalam rongga rahim.
1. Sisa Plasenta
Sisa plasenta dan ketuban yang masih tertinggal dalam rongga rahim dapat menimbulkan perdarahan postpartum dini atau perdarahan pospartum lambat (biasanya terjadi dalam 6 – 10 hari pasca persalinan). Pada perdarahan postpartum dini akibat sisa plasenta ditandai dengan perdarahan dari rongga rahim setelah plasenta lahir dan kontraksi rahim baik. Pada perdarahan postpartum lambat gejalanya sama dengan subinvolusi rahim, yaitu perdarahan yang berulang atau berlangsung terus dan berasal dari rongga rahim. Perdarahan akibat sisa plasenta jarang menimbulkan syok.
Penilaian klinis sulit untuk memastikan adanya sisa plasenta, kecuali apabila penolong persalinan memeriksa kelengkapan plasenta setelah plasenta lahir. Apabila kelahiran plasenta dilakukan oleh orang lain atau terdapat keraguan akan sisa plasenta, maka untuk memastikan adanya sisa plasenta ditentukan dengan eksplorasi dengan tangan, kuret atau alat bantu diagnostik yaitu ultrasonografi. Pada umumnya perdarahan dari rongga rahim setelah plasenta lahir dan kontraksi rahim baik dianggap sebagai akibat sisa plasenta yang tertinggal dalam rongga rahim.
— Pengelolaan
1. Pada umumnya pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan kuretase. Dalam kondisi tertentu apabila memungkinkan, sisa plasenta dapat dikeluarkan secara manual.
Kuretase harus dilakukan di rumah sakit dengan hati-hati karena dinding rahim relatif tipis dibandingkan dengan kuretase pada abortus.
2. Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan pemberian obat uterotonika melalui suntikan atau per oral.
3. Antibiotika dalam dosis pencegahan sebaiknya diberikan.
1. Pada umumnya pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan kuretase. Dalam kondisi tertentu apabila memungkinkan, sisa plasenta dapat dikeluarkan secara manual.
Kuretase harus dilakukan di rumah sakit dengan hati-hati karena dinding rahim relatif tipis dibandingkan dengan kuretase pada abortus.
2. Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan pemberian obat uterotonika melalui suntikan atau per oral.
3. Antibiotika dalam dosis pencegahan sebaiknya diberikan.
—
D. Tanda&gejala
Ø Perdarahan yang berkelanjutan yang
menyimpangdaripatrunpengeluaranlokhia normal
Ø Dapatterjadiperdarahanyang
cukupbanyakdisertaisyok.
E.
Diagnosa
—
— 1. Untuk
membuat diagnosis perdarahan postpartum perlu diperhatikan ada perdarahan yang
menimbulkan hipotensi dan anemia. apabila hal ini dibiarkan berlangsung terus,
pasien akan jatuh dalam keadaan syok. perdarahan postpartum tidak hanya terjadi
pada mereka yang mempunyai predisposisi, tetapi pada setiap persalinan
kemungkinan untuk terjadinya perdarahan postpartum selalu ada.
2. Perdarahan yang terjadi dapat deras atau merembes. perdarahan yang deras biasanya akan segera menarik perhatian, sehingga cepat ditangani sedangkan perdarahan yang merembes karena kurang nampak sering kali tidak mendapat perhatian. Perdarahan yang bersifat merembes bila berlangsung lama akan mengakibatkan kehilangan darah yang banyak. Untuk menentukan jumlah perdarahan, maka darah yang keluar setelah uri lahir harus ditampung dan dicatat.
3. Kadang-kadang perdarahan terjadi tidak keluar dari vagina, tetapi menumpuk di vagina dan di dalam uterus. Keadaan ini biasanya diketahui karena adanya kenaikan fundus uteri setelah uri keluar.
4. Untuk menentukan etiologi dari perdarahan postpartum diperlukan pemeriksaan lengkap yang meliputi anamnesis, pemeriksaan umum, pemeriksaan abdomen dan pemeriksaan dalam.
5. Pada atonia uteri terjadi kegagalan kontraksi uterus, sehingga pada palpasi abdomen uterus didapatkan membesar dan lembek. Sedangkan pada laserasi jalan lahir uterus berkontraksi dengan baik sehingga pada palpasi teraba uterus yang keras. Dengan pemeriksaan dalam dilakukan eksplorasi vagina, uterus dan pemeriksaan inspekulo. Dengan cara ini dapat ditentukan adanya robekan dari serviks, vagina, hematoma dan adanya sisa-sisa plasenta.
2. Perdarahan yang terjadi dapat deras atau merembes. perdarahan yang deras biasanya akan segera menarik perhatian, sehingga cepat ditangani sedangkan perdarahan yang merembes karena kurang nampak sering kali tidak mendapat perhatian. Perdarahan yang bersifat merembes bila berlangsung lama akan mengakibatkan kehilangan darah yang banyak. Untuk menentukan jumlah perdarahan, maka darah yang keluar setelah uri lahir harus ditampung dan dicatat.
3. Kadang-kadang perdarahan terjadi tidak keluar dari vagina, tetapi menumpuk di vagina dan di dalam uterus. Keadaan ini biasanya diketahui karena adanya kenaikan fundus uteri setelah uri keluar.
4. Untuk menentukan etiologi dari perdarahan postpartum diperlukan pemeriksaan lengkap yang meliputi anamnesis, pemeriksaan umum, pemeriksaan abdomen dan pemeriksaan dalam.
5. Pada atonia uteri terjadi kegagalan kontraksi uterus, sehingga pada palpasi abdomen uterus didapatkan membesar dan lembek. Sedangkan pada laserasi jalan lahir uterus berkontraksi dengan baik sehingga pada palpasi teraba uterus yang keras. Dengan pemeriksaan dalam dilakukan eksplorasi vagina, uterus dan pemeriksaan inspekulo. Dengan cara ini dapat ditentukan adanya robekan dari serviks, vagina, hematoma dan adanya sisa-sisa plasenta.
—
F.Komplikasi
Ø Trauma tindakankhususnyakuretase
Ø Infeksiberkelanjutan
Ø Syokiriversibel
G.Penanganan/Penatalaksanaan
1. perdarahankarenasisaplasenta
ü Lakukankuretase,tukmenghilangkansumberperdarahannya.
ü Persiapan
·
Pasang infuse &transfusidarah
·
Lakukanpemeriksaanlaboratorium
·
Profilaksisdenganmemberikanantibiotikdanantipiretiks
2.
perdarahankarenaperlukaanjalanlahir
ü Lakukanevaluasidanmenjahitkembali
3.
perdarahankarenagangguanpembekuandarah
ü Perbaikan factor pembekuandarah
ü Berikantrombosit
2.4
MANAJEMEN VARNEY
No
|
Langkah
manajemen
varney
|
Identifikasi
|
Analisis
|
Sumber
|
1
|
PENGUMPULAN
DATA
-Data subjektif
-data
objektif
|
Identitaspasien
(nama,umur,agama,pendidikan,
pekerjaan,)
Keluhanpasien (apa yang di rasakanibu)
Riwayatmenstruasi(menars, dansiklus, hpht)
Riwayatperkawinan(usiahperkawinan)
Riwayatkehamilan (hpht,keluhanibu,imunisasi)
Pemeriksaanumum(ttv,ku ,bb,lila,)
Pemeriksaankhusus (inspksi,
aukulstrasi,palpasi,perkusi,)
Pemeriksaanpenunjang (hb,glukosaurin,proteinurin)
Pemeriksaandalam (usg)
Pemeriksaanluar(pemeriksaanpangul)
|
Bidanharusmengidentifikasi
Maslah-masalhdankeluhanpadaibu,
untuktindakanlebihlanjut
|
|
2
|
Interprestasi data
dasar
|
Ibudenganretensiosisaplasenta
Denganmasalahtertingalnyasebagianplasenta
|
Perdarahan
post partum sekunder adalah perdarahan post partum yang terjadi setelah 24jam
pertama
|
SUMBER:http://qenggi.
blogspot.com/2011/06/
perdarahan
-post-partum-sekunder.html
|
3
|
Diagnosaataumasalahpotensial
|
-perdarahanhebat
-syok
-kontraksitidakbaik
|
Pendaraan
yang hebatakanmengalamisyokdankematian
|
SUMBER:http://qenggi.
blogspot.com/2011/06/
perdarahan
-post-partum-sekunder.html
|
4
|
Tindakansegera
|
-
Rujuk
-
Kolaborasidengandokter
|
Karnasudahterjadipendarahanakankekurangdarahibuharus
d rujukkarenabukanwewenangbidan
|
SUMBER:http://qenggi.
blogspot.com/2011/06/
perdarahan
-post-partum-sekunder.html
|
5
|
Rencanaasuhan
|
-
Beritahuibuhasilpemeriksaan
-
Rujukibu
-
Lakukan
inform konsen
-
Pasanginfusuntukrujukan
-
Persiapkan
donor darah
|
-agar
ibutahu yang terjadipadadirinya
-
ibubersedia di rujuk
-
agar klientidakterkejutpadadirinya
-
agar ibutidaktkekurangancairandanpenangananawal
-agar
ibutidakkekurangandarahpadaibu
|
SUMBER:http://qenggi.
blogspot.com/2011/06/
perdarahan
-post-partum-sekunder.html
|
6
|
pelaksanaan
|
-memberitahuibubahwaibuterjadipendarahan
-menganjurkanibuuntuktransfusidarah
-memberikan inform
consenkepadakeluarga
|
-
agar ibutahuapa yang terjadipadadirinya
-
agar ibutidakmengalamisyok yang hebatdananemi
-agar
pasientidakterkejutdengan di rujuk
|
SUMBER:http://qenggi.
blogspot.com/2011/06/
perdarahan
-post-partum-sekunder.html
|
7
|
Evaluasi
|
-
Klienmengetahuihasilpemeriksaaan
-
Klienbersediauntuktransfusidarah
-
klienbersedia di rujuk
|
-
Klienmengetahuihasilpemeriksaan
-
Agar klientidakkekurangandarah,
dansyok
-
Agar tidakadagawatpadaklien
|
|
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Perdarahanpost
partumsekunderadalahperdarahanpost partum yang terjadisetelah 24jam pertama.
Perdarahanpost
partumdinijarangdisebabkanolehretensipotonganplasenta yang kecil,
tetapiplasenta yang tersisaseringmenyebabkanperdarahanpadaakhirmasa nifas.1
Kadang-kadangplasentatidaksegeraterlepas.
Bidangobstetrimembuatbatas-batasdurasikalatigasecaraagakketatsebagaiupayauntukmendefenisikanretensioplasentashinggaperdarahanakibatterlalulambatnyapemisahanplasentadapatdikurangi.
Combs danLarosmeneliti 12.275 persalinanpervaginamtunggaldanmelaporkan median
durasikala III adalah 6 menitdan 3,3% berlangsunglebihdari 30 menit.
Beberapatindakanuntukmengatasiperdarahan, termasukkuretaseatautransfusi,
menigkatpadakalatiga yang mendekati 30 menitatau lebih.1
—
Efekperdarahanbanyakbergantungpada volume darahpadasebelumhamildanderajat
anemia saatkelahiran. Gambaranperdarahanpost partum yang
dapatmengecohkanadalahnadidantekanandarah yang masihdalambatas normal
sampaiterjadikehilangandarah yang sangatbanyak.
DAFTAR PUSTAKA
SUMBER:http://qenggi.blogspot.com/2011/06/perdarahan-post-partum-sekunder.html
Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC,
Gilstrap III LC, Wenstrom KD. Uterine Leiomyomas. In : Williams
Obstetrics. 22nd edition. Mc Graw-Hill. New York : 2005.
Sheris j. Out Look : Kesehatan ibu dan Bayi
Baru Lahir. Edisi Khusus. PATH. Seattle : 2002.
Winkjosastro H, Hanada . Perdarahan Pasca
Persalinan. Disitasi tanggal 21 September 2008 dari : http://http://www.geocities.com/Yosemite/Rapids/1744/cklobpt12 .html [update
: 1 Februari 2005].
Setiawan Y. Perawatan perdarahan post partum. Disitasi tanggal 21
September 2008 http://http://www.Siaksoft.net[update : Januari 2008].
Alhamsyah. Retensio Plasenta. Disitasi tanggal 22 September 2008 dari : http://www.alhamsyah.com [update : Juli 2008].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar